TEMPO.CO, Jakarta - Indeks harga pangan Organisasi Pangan dan Pertanian yang dirilis Food and Agriculture Organization atau FAO menunjukkan kenaikan selama sembilan bulan terakhir. Data per Februari 2021 itu menunjukkan kenaikan harga dengan reli terpanjang sejak 2008.
Lonjakan harga barang pangan mulai dari gula hingga minyak nabati pada bulan lalu itu pun menyentuh level rekor baru dalam enam tahun. Ekonom FAO, Shirley Mustafa, menyebutkan lonjakan harga antara lain dipengaruhi Cina yang membeli pasokan pangan dalam jumlah besar, cuaca buruk yang mengganggu panen, dan pasokan bahan pangan yang diperketat oleh sejumlah negara.
Selain memperburuk ketidaksetaraan pangan di negara-negara yang terpukul parah oleh pandemi Covid-19, kenaikan harga pangan juga berisiko mempercepat inflasi. Akibatnya, bank sentral lebih sulit untuk memberikan lebih banyak stimulus.
"Tekanan ini sangat mengkhawatirkan. Harga internasional yang lebih tinggi benar-benar dapat memperburuk kesulitan ekonomi yang disebabkan oleh pandemi, terutama untuk beberapa kelompok rentan,” kata Shirley Mustafa, dilansir Bloomberg, Senin, 8 Maret 2021.
Negara berpenghasilan rendah dan yang bergantung pada impor, menurut dia, bakal termasuk yang paling terpengaruh. FAO dalam laporannya menyebutkan kebutuhan impor biji-bijian negara-negara itu diperkirakan di atas rata-rata pada rentang 2020-2021.